Petinggi KPK Sesumbar Tahu Keberadaan Harun Masiku, Dikritik Cuma Omong Kosong


Deputi Penindakan KPK Karyoto mengaku tahu keberadaan Harun Masiku di Luar Negeri Tapi Sulit Ditangkap

LOGO DI BAGIAN DEPAN KANTOR KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI. FOTO OLEH RONY ZAKARIA/BLOOMBERG VIA GETTY IMAGES

Mengutip lirik lagu legendaris milik penyanyi cilik Tegar, tampaknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dulu bukanlah yang sekarang. Tugasnya menangkap para maling berdasi kini berubah jadi konferensi pers penuh aksi. Terakhir, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menggelar konferensi pers pada Selasa (24/8) kemarin di Gedung KPK. Bukan untuk mengumumkan adanya penangkapan, melainkan cuma ngasih tahu khalayak bahwa KPK sudah tahu keberadaan buronan paling dicari saat ini, Harun Masiku.

Konferensi pers itu tak lebih dari ajang curhat. Karyoto mengatakan, meski sudah tahu Harun Masiku berada di suatu tempat di luar negeri, KPK enggak bisa segera menangkap karena pandemi. “Hanya saja karena tempatnya tidak di dalam [negeri]. Kita mau ke sana juga bingung, pandemi sudah berapa tahun,” kata Karyoto dilansir dari Detik.

“Saya sangat nafsu sekali ingin menangkapnya. Waktu itu, Pak Ketua [Firli Bahuri] sudah perintahkan, kamu berangkat. Saya siap, tapi kesempatannya belum ada,” tambah Karyoto.

Mungkin berharap dipuji, pengumuman itu justru disambut cercaan. Ya iyalah, ngapain bikin konpers cuma buat ngasih alasan kenapa kerjaan enggak beres-beres. Kritik salah satunya datang dari mantan wakil ketua KPK Bambang Widjojanto. Bambang bilang, pernyataan Karyoto menyesatkan dan berpotensi menghalang-halangi perburuan.

“Klaim sepihak KPK yang menyatakan mengetahui keberadaan DPO Harun Masiku potensial absurd, berbahaya, dan menyesatkan,” kata Bambang melalui keterangan tertulis pada Rabu (25/8) kemarin, dilansir Kompas. Dugaan Bambang, KPK sedang memberi kode kepada Harun untuk segera lari lagi karena penegak hukum telah mengetahui keberadaannya. 

“Padahal, bukankah KPK bisa berkoordinasi dengan penegak hukum di mana buron berada untuk mencokoknya?” 

Bambang juga enggak habis pikir alasan pandemi menjadi hambatan. Doi khawatir pengumuman ini cuma akal-akalan KPK meyakinkan publik agar terkesan masih mengejar buronan. Tindakan macam ini, kata Bambang, bisa masuk ke ranah menghalang-halangi proses penegakan hukum.

Kader PDIP Harun Masiku yang buron sejak Januari 2020 adalah tersangka kunci kasus suap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Wahyu sudah dijatuhi hukuman enam tahun penjara, sedangkan dua kader PDIP lain yang juga terlibat, Agustiani Tio Fridelina, divonis empat tahun penjara, dan Saeful Bahri hanya diganjar satu tahun penjara. Harun bermaksud menyuap semua komisioner KPU dengan bantuan Wahyu agar terpilih menjadi anggota DPR RI 2019-2024 menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Kasus ini diduga terkait dengan elite PDIP.

Sejak awal, KPK dan Polri dinilai tak serius mencari Harun. Awal Agustus 2021, kritik habis-habisan menerpa KPK karena nama Harun tak muncul di situs web International Criminal Police Organization (Interpol). Padahal red notice (pemberitahuan kepada aparat hukum negara lain tentang status buronan) sudah diterbitkan sejak Juli 2021—berselang satu setengah tahun sejak Harun ditetapkan sebagai DPO oleh kepolisian Indonesia.

Menurut penjelasan Interpol Indonesia, absennya nama Harun di web buronan internasional itu atas permintaan mereka sendiri, demi percepatan penangkapan dan kerahasiaan.

“Jadi pada saat itu kita minta tidak di-publish, tentunya itu dengan keinginan percepatan,” ujar Sekretaris National Central Bureau-Interpol Indonesia Brigjen Amur Chandra Juli Buana, 10 Agustus, dikutip Media Indonesia. “Kemudian yang kedua yang kami inginkan adalah kerahasiaan. Kalau masyarakat umum melihat itu nanti kita khawatiri ada sesuatu hal yang bisa di bikin-bikin,” tambah Amur.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan alasan KPK tak bisa tangkap Harun karena pandemi mengada-ada. Sebab, Indonesia sudah punya UU 15/2008 tentang perjanjian ekstradisi tersangka pidana.

“Mengada-ada [alasan pandemi oleh KPK]. Dulu kan Nazarudin juga kabur ke luar negeri [Kolombia dan ditangkap]. Artinya, ini bukan pengalaman pertama dan sudah terbukti berhasil. Ini bukti nyata pelemahan KPK. Masyarakat tampaknya sulit percaya tidak ada indikasi kaitan antara kekuasaan dengan buron dan sulitnya Harun Masiku ditangkap,” ujar Asfinawati kepada Merdeka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *